Penyebaran agama islam di tanah jawa banyak menyingkap takbir yang tidak di ketahui oleh banyak orang, dengan prosesnya yang sangat rumit bahkan tidak jarang dalam mengiringi prosesnya selalu menyertakan suatu hal yang berbau spiritual keilmuan ghoib. Kenapa demikian, konon dikisahkan luasnya tanah jawa dan terhamparnya kumpulan makluk ghoib di dalamnya karena itu tidak jarang orang yang memasuki wilayahnya pada waktu itu bisa dikatakan bukan orang sembarangan.
Istilah wali itu sendiri tidak banyak digunakan di beberapa wilayah lain, dengan alasan karena sebagai kebutuhan juga ada keterkaitan dengan sebuah proses petunjuk yang di dapat oleh pendahulunya. Salah satunya adalah kisah dari wali yang di anggap pertama masuk kewilayah tanah jawa, walau sebelumnya konon sudah ada yang mengawali dengan berjumlah sembilan orang karena gagal dan banyak yang meninggal akhirnya di anggap tidak bisa melanjutkan kembali. Untuk generasi penerus selanjutnya terpilihlah salah satu wali walau pada dasarnya harus berjumlah sembilan, tetapi dari pilihan satu wali ini ilmunya di anggap bisa menyamai sembilan wali lain yang ada pada waktu itu yang bernama Syekh Subakir.
Tak banyak orang tahu dan
mengenal nama Syekh Subakir. Padahal Syekh Subakir adalah salah seorang ulama
Wali Songo periode pertama yang dikirim khalifah dari Kesultanan Turki
Utsmaniyah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Nusantara.
Syekh Subakir konon adalah seorang ulama besar yang telah menumbal tanah Jawa
dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di
nusantara.
Kisahnya dimulai saat Sultan Muhammad I, bermimpi mendapat wangsit untuk menyebarkan Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan. Sehingga dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, berdakwah, pengobatan, tumbal atau rukyah, dan lain-lain. Lalu dikirimlah beberapa ulama ke Nusantara atau tanah Jawa. Namun sudah beberapa kali utusan dari Kesultanan Turki Utsmaniyah yang datang ke tanah Jawa, untuk menyebarkan agama Islam tapi pada umumnya mengalami kegagalan. Penyebabnya masyarakat Jawa saat itu sangat memegang teguh kepercayaannya. Sehingga para ulama yang dikirim mendapatkan halangan karena meskipun berkembang tetapi ajaran Agama Islam hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas.
Selain itu konon, Pulau Jawa
saat itu masih merupakan hutan belantara angker yang dipenuhi makhluk halus dan
jin-jin jahat. Lalu diutuslah Syekh Subakir ulama asal Persia yang ahli dalam
merukyah, ekologi, meteorologi dan geofisika ke tanah Jawa. Beliau diutus
secara khusus menangani masalah-masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah
menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu. Berdasarkan
Babad Tanah Jawa, setelah sampai ke nusantara, Syekh Subakir yang menguasai
ilmu gaib dan dapat menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama
kegagalan para ulama pendahulu dalam menyebarkan ajaran Islam karena dihalangi
para jin dan dedemit penunggu tanah Jawa.
Para jin, dedemit dan lelembut
tersebut bisa merubah wujud menjadi ombak besar yang mampu menenggelamkan kapal
berikut penumpangnya dan menjadi angin puting beliung yang mampu
memporakporandakan apa saja yang berada di depannya. Selain itu para jin
kafir dan bangsa lelembut tersebut juga bisa berubah wujud menjadi hewan buas
yang mencelakakan para ulama pendahulu tersebut. Untuk mengatasi hal
tersebut, konon Syekh Subakir membawa batu hitam dari Arab yang telah
dirajah. Lalu batu dengan nama Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di
tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung
Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa. Efek dari
kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan
gejolak. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai
dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga
malam. Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan
hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti. Lelembut, setan, siluman lari
menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung, semua hanyut
dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut.
Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan. Sebagian jin yang lain
ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir
tersebut. Melihat hal itu, konon Sabda Palon, raja bangsa jin yang telah
9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik dan keluar mencari penyebab
timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut. Sabda Palon lalu
berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud pemasangan
batu hitam tersebut. Sang ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan batu
hitam itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya
penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa oleh para ulama utusan khalifah Turki
Utsmaniyah. Setelah terjadi perdebatan mereka segera mengadu kesaktian.
Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam, hingga Sabda
Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini
merasa kewalahan dan menawarkan perundingan.
Sabda Palon mensyaratkan
beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa. Isi kesepakatan
antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para
ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara
memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam
untuk berkuasa di tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para
Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat
istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan
kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian
rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir. Selain di Puncak
Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah
Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya. Dalam versi lain
diceritakan untuk membersihkan wilayah Gunung Tidar dari bangsa jin, Syekh
Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang.
Lalu tombak pusaka tersebut ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai penolak
bala. Dan benar, tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi
para lelembut dan bangsa jin yang berdiam di Gunung Tidar. Mereka pun lari
tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian pengikut Sabda Palon dari
bangsa jin melarikan diri ke timur dan konon hingga sekarang menempati daerah
Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah yang
angker. Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri
ke alas Roban, dan ke Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga
oleh masyarakat dan ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak
Kiai Panjang dakwah Islam ke tanah Jawa. Dengan adanya tombak sakti itu,
maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus Karena
keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo
periode pertama menjadi menjadi lancar. Nama Syekh Subakir lalu menjadi
sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan
kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu.
Sehingga mereka
terkesan mendewakan sang ulama asal Persia tersebut. Akhirnya, untuk melepaskan
kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat
Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke Persia,
Iran. Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat
kembali kepada tauhid yang benar. Selain itu tugas utama Syekh Subakir
untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus telah
selesai. Selanjutnya setelah Syekh Subakir wafat posisinya digantikan oleh
Wali Songo lainnya yaitu Sunan Kalijaga.